Bagian ke-2: Eksplorasi Wisata
Pacitan
Perjalanan dari Kota Malang menuju Kabupaten Pacitan
ditempuh dalam waktu kurang lebih 7 jam beserta waktu istirahat mesin. Transportasi yang digunakan travel mobil
elp. Penumpang waktu itu hanya 5 orang
jadi cukup lengang. Perjalanan lancar
dan hampir semua penumpang menghabiskan waktu perjalanan dengan tidur. Seorang penumpang membawa bekal kacang garing
buatan sendiri yang dinikmatinya sambil kepala berayun-ayun karena mengantuk.
Sampai ditempat tujuan jam 5 pagi. Tujuan saya adalah rumah seorang sahabat
lama. Teman sewaktu kerja
jadi pendamping Program Pemberdayaan Masyarakat Tani (Proksidatani) Kabupaten
Indramayu tahun 1998. Teman lama tapi
komunikasi tetap terjalin. Sampai di
rumahnya, disambut dua orang keponakan yang ternyata sudah besar-besar. Sambutan hangat dari kawan lama, Mbah Kung
dan Mbah Utih serta dua keponakan dipagi hari yang dingin dikampung orang lain
sungguh luar biasa. Seperti menemukan
keluarga sendiri yang sudah beberapa
hari ditinggalkan. Memang tujuan lain
dari perjalanan ini adalah sekalian
lewat mendatangi teman-teman lama. Bisa
melihat keadaannya, menginap dirumahnya bercerita tentang nostalgia masa lalu,
berbagi cerita selama sekian waktu tidak bertemu, dan menerawang membicarakan
masa depan masing-masing sungguh sesuatu banget.
Setelah bertegur sapa kangen-kangenan, sayapun
dipersilahkan untuk beristirahat. Karena
paginya sudah janjian dengan guide dadakan yaitu seorang Mba untuk menemani
eksplorasi wisata di Pacitan. Nah kalau Mba ini adalah teman kerja waktu di
Solo. Sudah hampir 9 tahun tidak
bertemu. Dia sengaja datang dari Karang Anyar Jawa Tengah untuk menemani saya
jalan-jalan di Pacitan.
Asikk ada
guide....
Agenda wisata di Pacitan adalah Pantai dan Gua. Itu rekomendasi dari Indar dan Mba Rubi. Oke saya ikut. Beberapa tempat yang disebutkan adalah :
Pantai Klayar, Pantai Srau, Pantai Pidakan, Pantai Soge, Pantai Teleng Ria, Goa
Gong dan Goa Tabuhan.
Dan spot pertamapun saya datangi.
Pantai Srau : Menikmati biru jernih Samudera dari Bukit Hijau
Dengan sepeda motor yang dikendarai si Mba, kamipun
meluncur menuju Pantai Srau. Jalanan
aspal lurus makin lama makin berkelok mengecil dan turun naik. Melewati perkampungan penduduk dan
ladang-ladang yang barusan panen padi.
Nampak beberapa penduduk yang sedang mengangkut hasil panen berpapasan
dengan kami.
Sampai di Pantai Srau kira-kira jam 11.00 WIB,
matahari sedang terik-teriknya. Namun
kami tidak peduli karena terpesona oleh hamparan laut biru yang mengililingi
buit-bukit kecil yang menghijau ditutupi rumput. Sejenak kami duduk di bawah pohon bakau
sambil memandangi laut lepas, mendengar debur ombak yang menghantam karang dan
bisikan angin yang bertiup sepoi-sepoi.
Lalu kami melangkah dalam terik menaiki bukit kecil
yang ada dihadapan. Pemandangan dari
atas bukit ternyata lebih indah. Seluruh
pemandangan adalah laut lepas. Air laut
yang jernih berwarna biru berkilat-kilat dibawah kami. “Awas hati-hati jangan
terlalu dekat dengan batas tebing berbahaya, ombaknya besar dan arusnya deras” si
Mba mengingatkan saya yang tengah asik mengatur posisi untuk berfoto.
Bukit-bukit ini terhubung satu sama lain namun
dikelilingi oleh lautan. Bukit ini
tersusun dari batu karang bercampur tanah.
Salah satu bukit berisi gugusan karang berwarna hitam. Diantara gugusan karang tersebut terdapat
sumber air yang jernih mengalir menuju pinggir bukit menuju laut. Kami berkelakar “ ayo kita cari batu akik” Ya
batu akik memang sangat booming saat ini dan Pacitan adalah salah satu daerah
di Indonesia yang penghasil batu akik.
Memang kami temukan batu-batu tapi bukan batu akik melainkan karang
saja.
Saat yang tepat berkunjung ke Pantai Srau adalah sore
hari menjelang matahari terbenam, berkemah disana dan paginya dapat menikmati
matahari terbit. Memang dipantai ini kita dapat melihat sunset
dan juga sunrise. Luar biasa bukan?
Tanpa terasa hari mendekati sore. Beberapa penduduk kami temukan sedang
memancing disalah satu bukit. Rupanya
disitu adalah spot pemancingan. Kami
lihat batu karang yang sudah di modifikasi jadi tempat duduk pemancing. Lokasi pemancingan ini tebing karang yang
terjal. Dibawah tebing air laut jernih
berbusa-busa. Ikan yang mereka dapat
adalah ikan-ikan karang.
Setelah puas menikmati Pantai Srau kami melanjutkan perjalanan
menuju Pantai Watu karung.
Pantai Watu Karung
Waktu tempuh menuju pantai watu karung kurang lebih
satu jam. Jalanan aspal, tidak terlalu lebar, berbelok dan naik
turun. Sepanjang jalan terlewati hutan,
kebun palawija, dan perkampungan penduduk yang cukup ramai. Sesekali kami berpapasan dengan wisatawan
asing yang membawa papan selancar menuju arah kota.
Sampai di pantai watu karung sudah sore hari. Kami datang bukan hari libur jadi suasana
sekitar pantai lengang, hanya beberapa penduduk yang jalan-jalan di sepanjang
pantai dan tidak jauh dari pantai terlihat penduduk yang sedang memancing.
Pantai watu karung berpasir kuning, bersih dan
terdapat karang-karang sehingga air laut nampak jernih. Kita juga dapat menemukan hewan-hewan laut
disepanjang pantai seperti binatang berbentuk bintang, udang dan sejenis
ubur-ubur.
Fasilitas yang ada di sekitar pantai watu karung
terdapat home stay yang disediakan oleh penduduk lokal maupun home stay yang
dibangun oleh orang asing. Terlihat pula
cafe dan rumah makan disamping itu terdapat kedai makanan dan minuman.
Pantai ini sepertinya spot surfing bagi para wisatawan
asing dan lokal. Terlihat 2 orang sedang
berselancar di gelombang laut dibawah cahaya senja yang kuning lembayung.
Haripun kian beranjak sore sehingga memaksa kami untuk
segera pergi meninggalkan pantai.
Pantai Klayar
Sepulang perjalanan hari pertama, kami sampai dirumah
dengan sambutan hangat keluarga Indar.
Semalaman itu kami bertukar cerita tentang pantai Srau dan pantai Watu
Karung. Dan Pantai Klayar yang akan kami
kunjungi besok harinya. Tak sabar untuk
membuktikan cerita kami malam itu tentang pesona Pantai Klayar. Keesokan
harinya kamipun berangkat menuju Pantai Klayar.
Perjalanan menuju Pantai Klayar yang berjarak 19 km
dari simpang Punuk seperti perjalanan menuju pantai lainnya. Jalanan beraspal, tidak terlalu lebar,
berkelok-kelok dan turun naik. Sepanjang
jalan kami melalui hutan jati, ladang-ladang palawija dan pemukiman
penduduk. Dengan waktu tempuh kurang
lebih 1,5- 2 jam menggunakan kendaraan bermotor roda dua yang berkecepatan
sedang, akhirnya kamipun sampai di Pantai Klayar setelah melewati gerbang dan
membayar tiket masuk untuk orang dewasa seharga 3 ribu rupiah perorang
Kesan pertama tentang Pantai Klayar hanyalah pantai
sebagaimana biasa seperti yang kami temui di tempat-tempat lain. Pesonanya belum terlalu nampak begitu kami
sampai. Yang terlihat adalah pantai yang berbatasan dengan samudera luas
terbentang dengan gelombang laut yang besar. Sepanjang pantai dipasang bendera
peringatan bagi pengunjung untuk tidak berenang atau sedekar bermain air.
Fasilitas yang melengkapi sepanjang pantai terdapat
kedai-kedai makanan dan minuman serta berderet-deret toilet yang ada disetiap
sudut. Menurut pedagang kalau hari libur
pengunjung sangat banyak sehingga toilet dapat menampung kebutuhan
pengunjung. Kami datang saat itu bukan
hari libur jadi suasana sedang dalam keadaan sepi. Untuk membantu pengunjung yang ingin
mengelilingi sepanjang pantai serta kawasan jalanan off road perbukitan tersedia
penyewaan ATV dengan tarif minimal 50 ribu rupiah tergantung jarak yang ingin
ditempuh. Disekitar pantai juga tersedia home stay namun jumlahnya hanya
sedikit saja.
Kami berjalan untuk menemukan pesona pantai ini, makin
kedalam makin terlihat keunikan yaitu air laut yang melewati undakan karang
sehingga mirip air terjun pendek. Debur
ombak sangat kencang pertanda bahwa gelombang besar menghantam karang ditepi
pantai. Pantai Klayar tidak landai dan
dalam sehingga kurang cocok jika dijadikan tempat bermain air. Kita hanya menikmati pemandangannya dari
jauh.
Pesona Pantai Klayar yang sesungguhnya terlihat dari
diatas bukit yang bersebelahan dengan pantai.
Pemandangan yang sungguh indah. Hamparan
laut biru jernih dipadu dengan sisa-sisa daratan yang tergerus ombak serta
perbukitan hijau yang membentang berbatasan dengan pantai dan air laut. Dari atas bukit kita dapat menyaksikan yang khas
dari pantai ini yaitu “seruling samudera”.
Seruling samudera terjadi karena air laut memasuki celah batu karang. Dari celah batu karang tersebut keluarlah air
memancar seperti air mancur, jika gelombang sangat besar semburan air laut ini
disertai bunyi mirip seruling.
Namun kita harus berhati-hati saat berasik ria diatas
bukit karena pinggiran bukit sangat terjal, berbatasan dengan laut yang
memiliki gelombang besar kalau tidak hati-hati bisa terpeleset dan jatuh.
Diatas bukit sambil menikmati pemandangan seruling
samudera dan keindahan alam, kita juga dapat menikmati kelapa muda yang dijual
penduduk sekitar. Tidak banyak yang jualan diatas bukit ini namun hampir
dipastikan selalu ada yang jualan.
Hemm lengkap sudah menikmati keindahan Pantai Klayar.
Goa Gong
Kami mengunjungi Goa Gong sebelum menuju Pantai Klayar
karena jalanan searah belok sedikit. Tiket
masuk Goa Gong seharga 5 ribu rupiah per orang dewasa. Kita dapat menggunakan
jasa guide untuk memandu selama di dalam gua dan menyewa senter. Jasa guide 25 ribu rupiah dan sewa senter 10
ribu rupiah. Tersedia juga juru foto
untuk mengambil gambar dan mengabadikan perjalanan di dalam goa.
Memasuki kawasan wisata sudah disambut dengan jejeran
kios-kios yang tertata rapi disepanjang jalan menuju mulut goa. Didalam kios dijajakan aneka sovenir dan
oleh-oleh makanan khas Pacitan. Sovenir
yang tersedia mulai dari aneka batu akik, bros, aksesoris, kaos dan baju-baju
batik. Makanan khas tersedia gula aren,
sale pisang, dan jenis kue-kue lainnya.
Fasilitas wisata yang terdapat diluar goa tersedia
toilet, tempat duduk untuk istirahat, pusat informasi dan jalanan menuju goa
berupa tangga beton. Didalam goa
dilengkapi tangga dan pegangan dan lampu-lampu dengan warna berganti-ganti.
Didalam goa terdapat ruang-ruang yang diberi nama dan
terdapat tiga sumber mata air. Batuan
didalam sungguh menakjubkan. Stalagtit
dan stalagnit yang menjulang terbentuk indah.
Relief-relief khas yang terbentuk secara alami dalam waktu jutaan
tahun. Ada juga batuan yang berkilauan
ketika disorot senter yang dinamakan batu mutiara. Ciri khas dari goa ini adalah batuan yang
dipukul berbunyi nyaring sehingga membuat goa ini diberi nama goa gong.
Memasuki kawasan goa gong ada persyaratan yang harus
dipatuhi pengunjung mengingat situs ini terbentuk secara alami yang tidak dapat
diperbaharui dan relief batuan yang terbentuk jutaan tahun. Jadi kalau ada bagian situs yang dirusak akan
sangat disayangkan. Sehingga pengunjung
dituntut patuh pada peraturan yang telah dibuat pengelola.
Setelah puas menelusuri setiap ruang dalam goa,
kamipun beranjak keluar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar